Di sebuah sudut kota Bandung, kami–Dimastio Setiawan dan Hanzalah Jibran–merupakan sekelompok mahasiswa dengan semangat yang membara. Kami menamakan diri sebagai AquaPure Cascade, awalnya hanyalah sekelompok teman yang senang bereksperimen dengan teknologi sederhana. Tujuan awal kami tidak muluk-muluk, yaitu hanya ingin membuat filter air untuk digunakan di rumah atau saat keadaan genting menghadapi mati listrik berkepanjangan. Namun, semuanya berubah saat kami menyadari kenyataan yang terpampang jelas: tak semua orang di sekitar kami memiliki akses terhadap air bersih dan bernasib sama seperti kami.
Kami memulai dari yang sederhana: pipa PVC, pasir silika, karbon aktif, zeolit, kapas, dan dakron. Semua bahan itu kami pilih karena murah, mudah didapat di toko bangunan, dan relatif aman. Namun, membuat sesuatu yang mudah dirakit untuk semua orang, termasuk anak-anak dan penyandang disabilitas, bukanlah perkara gampang.
Hari demi hari, kami berkutat dengan desain. Gambar skema berubah-ubah, dari rumit ke sederhana, dari tinggi ke pendek, dari satu sambungan ke sambungan lainnya. Berulang kali kami mencoba memastikan bahwa setiap komponen bisa disusun hanya dengan petunjuk visual sederhana—tanpa perlu alat khusus atau keterampilan teknik.
Tantangan terbesar muncul saat kami mulai menguji prototipe filter pertama. Air yang masuk masih keruh saat keluar, meski sudah melewati semua lapisan. Hipotesis awal kami tumbang. Rasa frustrasi mulai tumbuh. Walaupun begitu, kami ingat, ini bukan lagi tentang kami. Ini tentang semua orang yang membutuhkan air bersih.
Kami memutar otak. Mengubah proporsi pasir silika. Mengganti susunan lapisan. Menambahkan saringan kapas di dua titik berbeda. Mencoba menggunakan dakron. Bahkan mencoba menggabungkan zeolit dan karbon aktif dalam rasio baru. Malam jadi siang, dan siang pun tak cukup. Namun akhirnya, hasilnya mulai terlihat: air keluar dengan kejernihan yang bagus, dan bahkan lolos uji laboratorium dari beberapa indikator fisika dan kimia.
Masalah terakhir tinggal satu, yaitu biaya perakitan yang harus sebisa mungkin kami minimalisir. Kami ingin filter ini bisa dirakit dengan modal di bawah seratus ribu rupiah. Itu artinya kami harus memikirkan ulang semua strategi pembelian bahan. Kami mulai mencari supplier lokal, bahkan menggandeng tukang bangunan sekitar untuk mencari alternatif lebih murah namun tetap aman.
Setelah beberapa kali percobaan dan tahap-tahap penjurian yang dilalui, lahirlah prototipe final yang ringan, kokoh, dan bisa dirakit siapa pun hanya dalam waktu 15 menit. Tidak perlu alat tambahan.
Sejak hari itu, petualangan AquaPure Cascade tak lagi soal teknologi. Akan tetapi juga soal hati. Kami tak hanya merakit filter air—kami sedang merakit masa depan, satu tetes demi satu tetes.